Senin, 07 Desember 2009
Hadits
Mukaddimah
Barangkali ada sebagian jema'ah haji kita yang pernah mendengar hadits tentang hal ini, lalu memaksakan diri untuk dapat berziarah ke kubur Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam sekalipun kondisinya berdesak-desakan. Padahal sebenarnya, yang dianjurkan Rasulullah adalah shalat di masjid beliau yang pahalanya amat besar dan hal itulah yang perlu diniatkan ketika akan datang ke Madinah. Baru kemudian, bila memungkinkan bagi jema'ah haji laki-laki bisa menyempatkan berziarah ke kubur Rasulullah sembari memberi salam kepada beliau dan dua orang shahabat beliau yang juga dikuburkan di situ.
Semoga saja, bagi pembaca yang kebetulan akan melaksanakan haji tahun ini atau ada keluarganya yang berhaji dan meyakini bahwa hadits yang berkenaan dengan hal ini adalah shahih, dapat mengetahui informasi ini atau menginformasikannya. "Maka, hendaklah yang hadir (membaca/menyaksikan) menyampaikan kepada yang ghaib."
Man Hajja Wa Lam Yazurnî Fa Qad Jafânî
"Barangsiapa yang berhaji tetapi belum berziarah kepadaku, maka dia telah menjauhiku."
Imam as-Suyûthiy mengatakan,
"Hadits ini diriwayatkan oleh Ibn 'Adiy dan ad-Dâruquthniy di dalam kitabnya "al-'Ilal", Ibn Hibbân di dalam kitabnya "adl-Dlu'afâ`" serta al-Khathîb al-Baghdâdiy di dalam ktabnya "Ruwâtu Mâlik" dengan Sanad Dla'if (Lemah) Sekali dari Ibn 'Umar."
PEMBERONTAKAN PKI
PEMBERONTAKAN GOLONGAN KOMUNIS 1948
Oleh: Tonny Basuki, SS.
1. Pendahuluan
Pasca Proklamasi 17 Agustus 1945 Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan partai politik pertama melakukan makar di berbagai daerah di utara Jawa Tengah¹ dan puncaknya terjadi pada 1948 di Madiun dan sekitarnya.
Infiltrasi yang dilakukan PKI dalam berbagai kehidupan negara dan masyarakat menjadikan partai tersebut menjadi partai besar dengan pengikut fanatik dan revolusioner. Hanya dalam dalam waktu kurang lebih tiga tahun sejak Proklamasi Kemerdekaan, mereka mampu mengadakan usaha perebutan kekuasaanterhadap Pemerintahan Republik Indonesia (RI).
2. PKI Awal Kemerdekaan
Setelah pemberontakan PKI 1926, nama besar parai ini nyaris terlupakan. Sebab para pemimpinnya melarikan diri ke luar negeri, sehingga pada tahun 1940-an PKI tidak mempunyai pemimpin berkaliber nasional.
Kehadiran Mr. Jusuf dalam memimpin PKI pada 1945 hanya membuat PKI lebih menderita lagi, makar yang dilakukannya pada Oktober-November 1945 di wilayah tiga daerah Jawa Tengah, menciptakan image tidak baik dalam pandangan masyarakat.
Pada Maret 1946 Sardjono, tokoh PKI 1926, datang di
Kedua tokoh komunis ini mengemukakan garis partai tersebut bahwa PKI mempunyai program yang membantu pemerintah, dengan dibubarkannya Komintern (Komunis Internasional) PKI menganut politik Independen dan akan bekerja sama dengan Belanda dalam mendirikan Negara Indonesia Serikat serta menitikberatkan paa pembangunan ekonomi dan demokrasi di Indonesia dengan menitikberatkan pada demokrasi pertanian (Soerojo, 1988:61).
Kehadiran kedua tokoh komunis tersebut memberikan semangat hidup partai kembali, apalagi garis perjuangan yang ditetapkan tidak bertentangan dengan pemerintahan Perdana Menteri (PM) Sjahrir.
Rupanya mereka tidak sendirian, karena beberapa intelektual muda yang sedang belajar di Negeri Belanda dan berhaluan komunis datang pada tahun itu juga. Pemerintah Belanda gembira dengan politik kompromi kaum komunis
Mereka rupanya sadar betul bahwa apabila semua serempak masuk PKI, tentunya tidak akan bisa mengkonsolidasi kekuatan PKI saa itu. Dengan masuknya mereka ke berbagai partai dan sedapat mungkin mengarahkan partainya masing-masing sesuai keinginan, tentu akan mudah mendukung PKI.
2. Amir Sjarifuddin Sebagai Pemimpin
Meskipun banyak tokoh berdatangan masuk ke
Seperti kaum muda komunis yang menerapkan strategi, bahwa Amir juga memperhitungkan kekuatan partai sambil menyusun kekuatan. Karena untuk bergerak secara legal dan terang-terangan Amir meragukan kekuatan PKI.
Dlam waktu singkat Amir Sjarifuddin berhasil memperoleh dukungan yang hebat, sampai-sampai Sjahrir merasa tersisihkan dan kemudian Sjahrir keluar dari Partai Sosialis dan membentuk partai baru yaitu Partai Sosialis Indonesia (PSI). Sehingga pantas Amir disebut sebagi pemimpin golongan kiri.
3. Terbentuknya FDR
Keluarnya Sjahrir dari Partai Sosialis di satu pihak menguntungkan, tetapi di lain pihak sangat merugikan Amir sendiri, karena anggota-anggota KNIP dan BPKNIP banyak memihak Sjahrir, meskipun sebagian besar
Untuk memperkuat kedudukannya, pada 26 Februari 1948 5 di Solo, Amir Sjarifuddin membentuk FDR (Front Demokrasi Rakyat) yang mempersatukan Partai Sosialis, Partai Buruh Indonesia(PBI), PKI, Pesindo, dan Sarbupri (Sarekat Buruh Perkebunan RI) (Moedjanto, 1993:31).
Amir dengan FDR-nya menjadi kelompok oposisi bagi Pemerintahan Hatta, yang menuntut pembubaran Kabinet Hatta dan segera dibentuk kabinet parlementer dimana wakil-wakil FDR diikutsertakan dengan menduduki kursi-kursi penting. Tentu pengajuan ini ditolak mentah-mentah oleh Hatta, sehingga Amir sedikit terpukul dari penolakan tersebut.
4. Kedatangan Muso
Pada 11 Agustus 1948, seorang tokoh besar PKI 1926, Muso, tiba di
Kehadiran Muso dianggap sebagai ‘Nabi’ oleh pendukungnya, dalam waktu relaif singkat dapat menghimpun
Kehadiran Muso merubah gerakan sosial-radikal menjadi Komunismenya Stalin dan mengatakan bahwa proklamasi menempuh jalan yang salah. Supaya perjuangan berhasil, pimpinan negara harus lebih dahulu dalam tangan buruh progresif yang tergabung dalam PKI (Nasution, 1988:138).
Selanjutnya Nasution (1988:138) mengatakan bahwa Muso berbicara dalam rapat raksasa di Madiun pada 8 September 1948, yang mengatakan meskipun revolusi telah berlangsung selama tiga tahun, tetapi kaum proletar dan wanita belum mengecap hasilnya. Itu adalah kesalahan PKI dalam awal revolusi yang menyerahkan kekuasaannya kepada kaum borjuis.
Muso mengatakan begitu tentunya mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Dimana tujuan tersebut diperoleh dengan cara revolusioner untuk mengambil alih kekuasaan kaum borjuis beserta pendukungnya, seperti ajaran Marx yang mengatakan merombak semua kondisi sosial yang ada dengan jalan revolusi sosial. Sebelum revolusi sosial dilakukan, harus dilakukan dulu revolusi politik , yaitu merampas kekuasaan politik dari tangan kaum borjuis oleh kaum proletar dengan cara kekerasan.
Muso sudah mengarahkan PKI/FDR untuk melaksanakan ajaran Marx tersebut, tetapi Muso belum memastikan rencana perampasan kekuasaan tersebut.
5. Program RERA
Sesungguhnya program Rera (Rekonstruksi dan Rasionalisasi) sudah jauh-jauh hari diajukan Zainul Baharuddin, seorang pendukung Amir, pada 20 Desember 1947 kepada Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP), yang bersi agar Angkatan Bersenjata ditempatkan sepenuhnya dibawah wewenang Menteri Pertahanan, kekuatan tentara dikurangi dan para veteran supaya dipekerjakan dalam pemerintahan (Sundhaussen, 1988:64).
Amir Sjarifuddin ketika itu sebagai Perdana Menteri (PM) sekaligus Menteri Pertahanan menyetujui usulan tersebut, karena akan menguntungkan kedudukannyadan kepentingan golongannya. Dengan Rera otomatis tentara akan berkurang jumlahnya sehingga akan mengurangi akan mengurangi kendala yang akan dihadapi.
Akan tetapi Amir jatuh dari jabatannya dan jabatan PM dijabat oleh Mohammad Hatta. Hatta segera meneruskan program Rera tersebut terutama pada pasukan-pasukan yang berhaluan Kiri. Karena tujuan Rera berbalik mengancam kedudukannya, maka Amir balik menentang dengan keras program tersebut.
Rera Angkatan Peang dilaksanakan pada Maret 1948 setelah dikeluarkan UU No. 3/1948. Ketika Rera ini dilaksanakan di tubuh Divisi IV/Panembahan Senopati,
Diantara mereka terjadi pertempuran kecil-kecilan dan saling menculik para perwiranya masing-masing oleh pihak lawan. Puncaknya adalah ketika markas besar Pesindo diserang oleh Barisan Banteng, golongan pro pemerintah, pada 16 September 1948. Besoknya Pemerintah mengumumkan keadaan darurat di
Golongan pro FD/PKI mengalami kekalahan telak dan harus mundur ke Madiun, sebagai basis terakhir pasukan FDR/PKI.
6. Pemberontakan Komunis
Pemberontakan dimulai pukul 03.00 dini hari dengan ditandai sebuah letusan pistol di udara Madun. Sesungguhnya pemberontakan ini merupakan lanjutan permusuhan militer komunis dengan militer pemerintah.
Keterdesakan militer komunis oleh pasukan Siliwangi dan Brigade Polisi menghadapkan PKI pada dua pilihan, yaitu patuh padapemerintah dengan melaksanakan Rera dalam pasukannya yang berakibat kehilangan kekuatan militernya yang cukup besar, atau membangkang kepada pemerintah yang berarti harus menghadpi pasukan pemerinah. Pilihan pertama tampaknya tidak mungkin dilaksanakan karena akan mengganggu perjuangan PKI selanjutnya. Oleh karena itu mereka memilih yang kedua karena ada perhiungan untuk menang (Nugraha, 1991:80-81).
Walaupun pilihan tersebut dilakukan militer komunis dan akan mengadakan serangan besar-besaran terhadap pemerintah pada 18 September 1948, bukan berarti pemberontakan tersebut dilakukan oleh militer komunis.
Kalau kita mengatakan dilakukan militer komunis, tentunya pemberontakan tersebut sudah dilaksanakan ketika terjadi bentrokkan senjata sebelum tanggal 18 September 1948 antara pasukan FDR/PKI dengan pasukan pemerintah.
Mereka melaksanakan tanggal 18 September, karena sehari sebelumnya diharuskan memilih dari dua pilihan, sehingga pada 18 September dilancarkan untuk menahan laju pasukan pemerintah yang sudah berada di pinggir Madiun.
Sementara
Karena dimulainya serangan besar-besaran oleh militer komunis pada 18 September 1948, maka dengan terpaksa golongan sipil FDR/PKI ikut serta di dalamnya. Muso dan Amir segera memproklamirkan Negara Republik Soviet Indonesia dan
Madiun sebagai tempat pemberontakan berlangsung sudah jauh-jauh hari ditentukan dalam dokumen-dokumen yang ditemukan di rumah Amir Sjarifuddin. Madiun disebut-sebut sebagai basis perang gerilya untuk perjuangan jangka panjang (Maksum et al, 1990:14).
Penulis adalah guru honor SMA Nasional Bandung
¹Lucas mengatakan makar terebut merupakan revolusi sosial yang terjadi pada Oktober- November 1945 di Brebes, Pemalang dan Tegal yang disebut sebagai Peristiwa Tiga Daerah. Lihat Anton Lucas,”Peristiwa Tiga Daerah; Revolusi dalam Revolusi”.
²Maksum et al. mengatkan Sardjono datang pada pertengahan Mei 1946 dari
³Dijelaskan Maruto Darusman masuk PKI dan menjadi wakil Ketua serta berhasil menjadi Menteri Negara pada Kabinet Amir. Soerojo, Siapa Menabur Angin …, 1988:61.
4Terdapat pro dan kontra seputar Amir Sjarifuddin sebagai seorang komunis, walaupun dia mengakui sudah menjadi komunis sejak 1935. Amir walau mengaku komunis tetapi jauh dari sikapnya yang tidak menunjukkan sebagai proletar. Lihat catatan Abu hanifah, Revolusi Memakan Anak Sendiri; Tragedi Amir Sjarifuddin. Dalam Manusia dalam Kemelut …,1988:189-218.
Daftar Pustaka
Abdullah, Taufik, Aswab Mahasin dan Daniel Dhakidae (Red.) 1988. Manusia dalam Kemelut Sejarah.
Kahin, Andrey R. 1990. Pergolakan Daerah pada Awal Kemerdekaan.
Lucas, Anton. 1989. Peristiwa Tiga Daerah; Revolusi dalam Revolusi.
Maksum et al. 1990. Lubang-Lubang Pembantaian; Petualangan PKI di Madiun.
Nasution, A.H. 1988. Sekitar Perang Kemerdekaan
Nugraha, Awaluddin. 1991.”Pemberontakan Komunis di Indonesia; Studi Komparatif antara Pemberontakan Parai Komunis Indonesia (PKI) Tahun 1948 dengan Tahun 1965.” Skripsi.
Soerojo, Soegiarso. 1988. Siapa Menabur Angin akan Menuai Badai; G 30 S/PKI dan Apa Peran Bung Karno.
Sundhaussen, Ulf. 1988. Politik Militer
ANTARA SOEHARTO, PKI DAN CIA
Siapa yang tidak mengenal sosok Soeharto di tanah air ini. Dapat dipastikan semua orang mengenal tokoh ini, karena selama 32 tahun memimpin bangsa ini.
Tapi, apakah semua orang mengetahui sosok Soeharto sebenarnya? Pasti hanya segelintir orang yang mengetahuinya.
Sejak peristiwa G 30 S 1965, tokoh Soeharto adalah orang nomor satu di negeri ini. Beliau bisa menutup nama besar Soekarno dan Jenderal A.H. Nasution. Sehingga Soeharto menjadi sosok pahlawan penyelamat bangsa dari kehancuran karena adanya usaha kudeta dari PKI.
Tetapi apakah betul Soeharto merupakan musuh besar PKI? Kita akan melihat sekilas perjalanan Soeharto yang berhubungan dengan PKI.
Sejak 1945, Soeharto sudah menarik perhatian “Kelompok Pathuk” di
Kedekatan Soeharto dengan tokoh-tokoh komunis tadi menyebabkan haluan politiknya juga ke arah kiri dan akan selalu melindungi ‘teman seperjuangan’ dalam usaha-usaha menggulingkan kekuasaan pemerintahan yang syah.
Tahun 1948, Panglima Besar Soedirman mendapat informasi bahwa di Madiun, PKI sedang menyusun kekuatan. Soeharto ditugasi untuk mengecek kebenaran berita itu. Sepulang dari Madiun, Soeharto melaporkan kepada Panglima bahwa ‘tidak ada apa-apa di Madiun’. Beberapa hari kemudian ternyata pecah “Peristiwa Madiun”.
Salah seorang perwira menengah AD, A. Latief, yang terlibat dalam peristiwa itu berhasil meloloskan diri dan ketika Belanda melancarkan Agresi Militernya, A. Latief masuk kota Yogyakarta dan ditampung di kesatuan Soeharto, Pasukan Garuda Mataram. Tahun 1950 pasukan tersebut dikirim ke Makasar, Latief menjadi salah satu komandan kompinya. Hubungan ini terus berlanjut sampai Soeharto menjabat Pangkostrad. Latief sendiri pernah menuturkan bahwa karir militernya memang nyaris selalu mengikuti jejak Soeharto. Sehingga hubungan antara Latief dan Soeharto seperti bukan lagi sekedar bawahan-atasan, melainkan sudah menjadi sepasang sahabat, bahkan saudara. Soeharto tahu bahwa Latief tidak mungkin berbuat negaif terhadapnya.
Perwira AD lainnya yang dekat dengan Soeharto adalah Letkol Untung. Ia adalah anak buah Soeharto di Banteng Raiders Jawa Tengah. Soeharto adalah satu-satunya perwira tinggi yang menghadiri perkawinan Untung di Kebumen, Jawa Tengah.
Ketika menjabat Pangdam Dipenogoro, Soeharto sering memanfaatkan fasilitas milik Kodam Dipenogoro untuk melakukan perdagangan dan penyelundupan bersama Bob Hasan dan Liem Sio Liong. Tahun 1958, persekongkolan tersebut terbongkar dan Soeharto pada 1959 dicopot dari jabatannya sebagai Pangdam. Penggantinya, Kolonel Pranoto Reso Samudro, seorang perwira jujur yang kemudian menarik kembali semua fasilitas Kodam Dipenogoro yang dipinjamkan Soeharto kepada para pengusaha Cina untuk kepentingan pribadinya. Soeharto sangat sakit hati terhadap tindakan Pranoto tersebut.
Selain pada Pranoto, dendam Soeharto juga mengarah pada Kolonel A.H. Nasution yang pernah mengusulkan pemecatan dari ketentaraannya karena Nasution melihat adanya indikasi keterlibatan Soeharto dalam tindakan korupsi dan penyelundupan. Untungnya Jenderal Gatot Subroto turun tangan sehingga Soeharto selamat dari pemecatan.
Pasca dipecatnya, Soeharto dikirim ke
Soeharto memang tidak pernah belajar di Amerika, namun kedekatannya dengan Suwarto telah menempatkan Soeharto seirama dengan skenario besar CIA untuk mendongkel kekuasaan Bung Karno sekaligus menghancurkan keberadaan PKI, organisasi yang telah membinanya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Soeharto berperan ganda. Di satu pihak dia membiarkan anak buahnya (Latief dan Untung) menghantam lawannya di AD, setelah itu melaksanakan tugas dari CIA untuk menghancurkan PKI dan unsur-unsurnya untuk menjadikan dia nomor satu di